Indonesian Chinese (Simplified) English

Pengenalan Tibetan Buddhism

Wajrayana atau kadang ditulis Vajrayana, adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan, seperti misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha eksoterik. Wajrayana adalah merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal fil...

Pengenalan Tentang Palyul

Apa itu palyul? Palyul adalah salah satu 6 Biara Induk ari Sekolah Nyingma atau Tradisi Terjemahan Awal dari Buddhisme Tibet. Biara ini didirikan pada tahun 1665 di Provinsi Kham, Tibet Timur (sekarang Baiyu, Sichuan, China) oleh Kunzang Sherab, Pemegang Tahta Pertama Palyul. His Holiness Karma Kuchen Rinpoche (kiri), Pemegang Tahta ke-12 adalah Pemimpin Silsilah Palyul saat ini. Sebagaimana ya...

Selasa, 22 November 2016 09:12

Manfaat dan Pahala Pradaksina

Written by

Manfaat dan pahala yang diperoleh dari melakukan pradaksina (mengelilingi) Gambar dan Stupa Suci dari Tubuh, Ucapan dan Pikiran Buddha adalah sebagai berikut:

Seperti yang dinyatakan dari Stanza Pradaksina;
"Pahala dari berpradaksina, di seluruh Stupa Sang Buddha, tidak dapat dijelaskan dengan sempurna, melalui dimensi kata-kata belaka."

Dan selajnutnya dinyatakan;
"Pahala yang diperoleh oleh seseorang berpradaksina pada Stupa Buddha, tidak akan tertandingi, bahkan dengan memuji para Buddha untuk sepuluh juta kalpa."

Dan juga:
"Dengan berpradaksina pada Stupa orang yang tercerahkan, Seseorang akan dapat mengatasi 8 kondisi yang tidak menguntungkan.
Dengan berpradaksina pada Stupa orang yang tercerahkan, Seseorang akan diberkahi kesadaran dan kecerdasan; Seseorang akan diberkahi keadilan dan sikap bijaksana; Seseorang akan dipuji oleh semua orang sepanjang waktu, dimanapun.
Denga berpradaksina pada Stupa orang yang tercerahkan, Seseorang akan dilahirkan sebagai dewa dan manusia dengan memiliki rentang umur yang panjang dan ketenaran yang agung."

Text Vinayana menyatakan;
"Kebajikan dengan pikiran bakti yang mendalam: Siapa yang berjalan mengitari Stupa Sang Buddha adalah setara dengan beratnya seratus ribu pon emas."

Sebagaimana yang dinyatakan dari Formula Magical Pradaksina,
"Hormat kepada Buddha Rinchen Gyaltshen! Melafalkan mantra 'Namo Bagavatay Ratna Kaytu Razaya, Tatha Gataya, Arhatay, SamnyaSam Bhudhaya, Tayatha, Om Rathnay Rathnay Maha Rathnay Rathna Bezaya Sawahaa', dan berpradaksina hanya sekali saja akan memperoleh pahala setara dengan pradaksina yang tak terhtung jumlahnya."

Juga, jika seseorang melafalkan mantra ini dan berpradaksina pada Stupa dari Tubuh, Ucapan dan Pikiran Buddha, itu dinyatakan secara ekstensif bahwa manfaat dan pahala adalah sangat besar. Denga demikian, ini sangat penting bagi kita semua untuk berlatih dengan cara ini.


*Sumber: Palyul Times Edisi Kelima Nov 2012

Selasa, 22 November 2016 09:07

Manfaat dan Pahala Namaskara

Written by

Manfaat dan pahala bernamaskara kepada tiga benda suci Buddha (Rupang, Kitab Suci dan Stupa) melalui devosi dan rasa hormat yang besar dari tubuh, ucapan dan pikiran adalah sebagai berikut;
Dari Buku Sabda Sabda Guruku: tangan beranjali diletakkan di atas dahi akan memurnikan hambatan tubuh/perbuatan, di tenggorokan akan memurnikan hambatan ucapan dan di depan jantung akan memurnikan pikiran. Kemudian dengan meletakkan di kelima titik di tubuh (dahi, kedua telapak tangan, dan kedua lutut kaki) di lantai, kotoran batin dari kelima racun akan dimurnikan, dan seseorang akan menerima berkah dari tubuh, ucapan, dan pikiran semua aktifitas Buddha yang tercerahkan.

Bernamaskara yang dilakukan secara terus menerus memiliki jasa pahala kebajiikan tak terhingga. Suatu kali ketika Ananda ertanya kepada Sang Buddha tentang pahala yang diperoleh seorang biarawan yang melakukan namaskara pada stupa yang berisi rambut dan kuku Buddha, Sang Buddha menjawab: Bernamaskara sekali saja, seseorang akan memperoleh pahala untuk terlahir sebagai sebagai raja di dunia untuk beberapa kali setara dengan partikelyang tertutip oleh tanah ketika bernamaskara; dan selanjtnya pahala adalah tanpa batas.

Sutra menyatakan: "Mahkota Kepala Buddha yang tak terlihat adalah buah dari namaskara Beliau yang tulus dengan rasa hormat dan bakti kepada Guru Spritualnya.

Sebagaimana yang dinyakan dalam Sutra Avalokithesvara:
"Jika anda bernamskara kepada Stupa Buddha dengan berlutut, anda akan menjadi seorang kaisar yang berani dan dominan, dan akan diberkahi jubah kaisar keemasan. Dan pada akhirnya anda akan menjadi guru yang luar biasa dan akan diketemukan Buddha."

The Dharma of White Lotus menyatakan:
"Siapa saja yang beranjali, apakah kedua tangan atau hanya sebelah tangan; atau kepala bersujud untuk sejenak, dan bernamaskara dengan rasa bakti terhadap relik Buddha dikatakan mencapai pembebasan segera."

The Sutra of Stainless Rays menyatakan:
"Jika ada anak laki-laku atau perempuan mulia yang bernamaskara, berpradaksina atau memberi persembahan ke Stupa Buddha; mereka tidak akan pernah dijauhkan dari jalan yang tercerahkan. Dan semua hambatan karmanya yang lalu akan dimurnikan juga."

The Tantric texts of Magical Emanaton Net menyatakan:
"Jika manfaat meenunjukan rasa hormat melalui sarana tiga pintu and bernamskara kepada gambar suci Buddha, memiliki bentuk tubuh, tidak akan cocok di bumi ini."

Dari Formula magical bernamaskara:
"Representasi di bawah kehadiran Tiga Permata, jika seseorang melafalkan mantra 'Kunchok Sum La Chak Tsal Lo (Hormat kepada Tiga Permata) dengan bernamaskara penuh dan bernamaskara tiga kali, seseorang akan terakumulasi pahala setara dengan manfaat yang diperoleh dari mendengar, berpikir dan berlatih Kitab Suci Tri Pitaka. Jika seseorang bernamaskara tiga kali setiap hari secara berkelanjutan, seseorang akan mencapai tahapan Realisasi Kebenaran yang jelas dalam rentang kehidupannya ini, dan tidak akan diganggu atau dibahayakan oleh gangguan manusia atau roh jahat hingga memperoleh tahapan itu."

Oleh karena itu, yang terbaik adalah seseorang senantiasa bernamaskara dengan rasa hormat dengan mengetahui manfaat dan pahala dari bernamaskara kepada Rupang, Kitab Suci dan Stupa Buddha yang mana telah dinyatakan dalam berbagai text Kitab Suci.


*Sumber: Palyul Times Edisi Kelima Nov 2012

RASHI TAK GYED
THE EIGHT AUSPICIOUS SIGNS
DELAPAN LAMBANG KEBERUNTUNGAN

Delapan lambang keberuntungan tradisi Buddhisme dianggap sangat signifikan. Tiap lambang dari delapan lambang keberuntungan ini mewakili arti masing-masing dan berbeda dalam keunikan sendiri. Tetapi pada akhirnya, semua ungkapan terjalin dalam jalur Buddha mencapai pencerahan.

1. Dhug (The Parasol/Payung)
Dhug adalah simbol dari martabat kerajaan dan perlidungan. Dikenal sebagai Chatrra dalam bahasa Sanskerta. Ini disimbolkan untuk menjaga makhluk dari bahaya seperti penyakit, kekuatan berbahaya dan hambatan-hambatan dan sebagainya. Kubah mewakili sifat kebijaksanaan yang meresap dan syal sutra yang menggantung mewakili kelembutan dari cinta kasih. Dengan demikian, bentuk komposit dari Dhug ini menandakan gabungan dari dua kualitas Kebijaksanaan dan Cinta Kasih.

 

 

 

 

2. Ser-Nya (The Golden Fish/Ikan Emas)
Gabungan dari dua Ser-Nya (Ikan Emas) menandakan inti dari pengetahuan dan kebijaksanaan, yang mana meningkatkan pemahaman tentang sifat sejati. Mata bulat yang indah menandakan mata dengan persepsi yang jelas, sebagai ikan dapat melihat walaupun dia air yang berlumpur. Dan postur mengalir lembut menandakan kemampuan dharma yang dapat membiarkan makhluk hidup berenag dengan mudah tanpa halangan dari lautan duniawi ke air yang penuh dengan kebahagiaan.

 

 

 

 

3. Bumpa (The Treasure Vase/Vas Harta)
Bumpa mewakili bentuk tenggorokan Buddha. Dikatakan bahwa Bumpa diisi dengan nektar keabadian dan perhiasan berharga, sehingga Vah Harta ini yang tak habis-habisnya dianggap sangat suci. Sebagaimana diisi dengan  barang berharga, disimbolkan pikiran yang terisi dengan pengetahuan Buddha Dharma dan dengan ini memenuhi keinginan semua makhluk hidup.

 

 

 

 

4. Padama (The Lotus/Teratai)
Padma tumbuh di kolam lumpur tetapi tumbuh mekar sangat indah dengan harum aromatik walau ada partikel lumpur kecil di atasnya, ini melambangkan kemungkinan ysng dimiliki makhluk hidup untuk terbebas dari penderitaan dan menjadi seorang yang tersadarkan melalui terlahirnya di lumpur tersebut eperti terlahir di alam samsara. Kelembutan dan kehalusan kelopak teratai ini menandakan kemamouan bicara yang dapat menjelaskan penjelasan sesuai dengan kemampuan dan motivasi dari makhluk hidup. Ini uga merupakan simbol dari tidak melekat.

 

 

 

 

5. Dungkar Aykhil (The Right-coiled White Conch/ Keong putih yang melingkar ke kanan)
Dungkar Aykhil, keong putih yang melingkar ke kanan digunakan sebagai terompet, lambang ketenaran, otoritas dan kedaulatan. Melambangkan Gigi Suci Buddha, dan suara melodi yang dihasilkan dari keong tersebut disimbolkan sebagai ajaran dharma, yang mana membangkitkan makhluk hidup dari ketidaktahuan (kebodohan) dan membujuk mereka menuju jalan perbuatan mulia yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lainnya.

 

 

 

 

6. Palbheu (The Endless Knot/Simpul tak berujung)
Palbheu adalah sebuah ilustrasi geometrik, yang mana melambangkan sifat realitas yang mana semua saling terkait dan hanya keberadaan karma dan akibatnya. Karena simpul Palbheu ini tidak berawal atau tidak berakhir, ini menandakan kebijaksanaan Buddha yang tak terbatas, cahayanya yang bersinar menandakan potensi pengetahuan yang mulia yang meliputi batas setiap sudut dimana makhluk hidup berada.

 

 

 

 

7. Gyaltshen (The Banner of Victory/Panji Kemenangan)
Gyaltshen adalah sebuah simbol yang melambangkan kemenangan pencerahan Buddha dan kemenangan doktrin Buddha atas kematian, kebodohan dan semua negativitas di dunia yang fana ini. Secara tradisonal ditempatkan di emapt sudut setiap biara Buddhis dan atap vihara untuk melambangkan kemenangan Buddha Dharma memancar ke semua empat penjuru, dan juga dilambangkan sebagai kemenangan atas emapt Mara (kekuatan jahat). Panji kemenangan ini juga digunakan pada saat prosesi.

 

 

 

 

8. Chokey Khorlo (The Wheel of Dharma/ Roda Dharma)
Chokey Khorlo dikenal sebagai Dharma Chakra dalam bahasa Sanskerta. Dikatakan bahwa Dewa Brahma mempersembahkan roda emas ini kepada Buddha dalam hal meminta Buddha memutar roda Dharma di dunia ini demi makhluk hidup. Di telapak kaki Buddha tercetak Dharma Chakra secara alami yang merupakan salah satu bukti pencapaiannya. Oleh karena itu, tanda ini melambangkan kaki Buddha yang benar-benar menghancrkan setiap emosi negative dan memenangkan pencerahan murni dengan kemuliaan. Memutar roda melambangkan roda Dhrama yang telah diputar dapat memungkinkan semua makhkuk hidup bersukacita atas perbuatan baik dan pembebasan akhir.

*Sumber: Palyul Times 5th Issue Nov 2012

Senin, 21 November 2016 14:23

Penjelasan Puja

Written by

Doa Guru Rinpoche
Tibet: Pema Jungney
Sanskerta: Guru Padmasambhava
Namanya berarti Guru Yang Mulia di Tibet. Dia dilahirkan dari bunga teratai melalui peristiwa yang ajaib. Melalui kemampuannya yang hebat dalam menenangkan segala kekuatan, dia berhasil membawa dan menyebarkan Buddhisme di Tibet. Guru Rinpoche dianggap Buddha kedua di aliran Vajrayana. Dikisahkan bahwa bahkan guru spiritual sering meminta pertolongan darinya ketika berhadapan dengan masalah atau krisis yang serius. Dia pernah berkata, “Saya akan datang dan membebaskan penderitaan dari semua orang di dunia pada hari kesepuluh setiap bulan.” Karena itu, puja diadakan untuk Guru Rinpoche pada hari kesepuluh Kalender Bulan Tibet.

 

Sam Ba Gesar Puja
Sampa Lhundrup
Sampa Lhundrup (Doa Pengabul Permintaan) adalah doa perlindungan kuat yang ditulis oleh Guru Rinpoche. Latihan ini dipercaya efektif untuk membantu seseorang dalam mendapatkan keberuntungan dan perlindungan dari musibah. Juga efektif untuk membantu seseorang mendapatkan permintaan-permintaannya secara cepat serta juga sepanjang jalan menuju pencerahan.

Barchel Lamsel
Melalui doa khusus ini, kita memuja Guru Rinpoche dan kedelapan wujudnya serta membangkitkan kekuatannya untuk membantu menjauhkan rintangan-rintangan - dalam, luar, dan rahasia - dari semua makhluk hidup.

 

Gesar Ritual
Raja Gesar dari Ling terkenal di seluruh penjuru Tibet dan Asia Tengah sebagai seorang pejuang besar yang legendaris. Dia melambangkan pejuang yang ideal - berhasil menaklukkan semua musuh dan kekuatan jahat dari empat penjuru. Latihan ini dipercaya membantu seseorang untuk melakukan sesuatu dengan berhasil dan percaya diri. Dia juga dipercaya sebagai perwujudan dari Guru Rinpoche.

 

Hari Waisak
Tibet: Saga Dawa Duechen
Hari Waisak dirayakan pada hari ke-15 bulan ke-4 Penanggalan China. Liburan Buddhis ini memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Shakyamuni Buddha: Buddha dilahirkan di Lumbini (Nepal), mencapai penerangan di Bodhaya (India) dan memasuki parinirvana yang istimewa ini, kebaikan / kejahatan yang dihasilkan melalui tindakan positif / negatif dipercaya akan berlipat ganda berjuta-juta kali. Umat Buddhis didorong untuk menjadi vegetarian pada hari ini dan ikut serta dalam pembebasan nyawa.

 

Pemandian Rupang Buddha Pada Hari Waisak
Pada ulang tahun Shakyamuni Buddha, banyak umat Buddhis mengikuti tradisi memandikan Baby Buddha dengan air. Menurut legenda Buddhis, ketika Buddha dilahirkan, dia menunjukkan tangan kanannya ke atas dan tangan kirinya ke bawah untuk mengumumkan bahwa dia akan menyatukan surga dan bumi. Karena itu, sebuah patung Baby Buddha dengan mudra yang sama diletakkan di altar untuk upacara pemandian. Ketika kita menuangkan air ke Baby Buddha, kita berdoa secara tulus agar perbuatan, pikiran dan perkataan kita disucikan serta semua cacat dan kotoran batin kita dibersihkan dengan tujuan agar semua makhluk hidup dapat mengalami perkembangan spiritual.

 

 

Sakyamuni Buddha Puja
Tibet: Shakya Thupa
Sanskerta: Siddharta Gautama
Siddhartha Gautama, juga dikenal sebagai Sakyamuni atau Shakyamuni (“orang bijaksana dari kaum Shakya”), dianggap sebagai Buddha Termulia pada era ini. Ada empat Liburan Buddhis Tibet Utama yang merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya: Kelahiran, Penerangan dan Mahaparinirvana (Saga Dawa Duechen), Pemutaran Pertama Roda Dharma (Choekhor Duechen), Turun dari Surga Tushita (Lhabab Duechen) dan Menunjukkan Keajaiban (Chotrul Duechen). Jasa dari perbuatan baik, termasuk pelafalan mantra, dipercaya meningkat 10 juta kali ketika dilakukan pada hari-hari istimewa ini.

 

 

Lhabab Duchen
Lhabab Duechen (Turun dari Surga) adalah salah satu dari empat hari suci Buddha. Pada hari ke-22 bulan ke-9 penanggalan Tibet ini, kita memperingati kenaikan penuh cinta kasih dari Buddha ke Surga Tushita untuk mengajari ibunya yang telah meninggal agar terbebas dari samsara dan kepulangan penuh cinta kasih ke bumi untuk terus mengajar di alam manusia. Buddha sendiri mengatakan bahwa jasa yang besar dan penyucian 100 juta kali pada hari istimewa ini.

 

 

 

 

Medicine Buddha Puja
Tibet: Sangye Menla
Sanskerta: Bhaisajya Guru Buddha
Medicine Buddha adalah Buddha Penyembuhan. Untuk menunjukkan kekuatan penyembuhannya, dia digambarkan bertubuh biru tua dan memegang mangkuk sedekah berisi ramuan pengobatan pada tangan kiri, sedangkan di tangan kanan memegang tumbuhan arura, sejenis tumbuhan yang terkenal akan kualitas pengobatannya. Kepercayaan dan doa kepada Medicine Buddha akan membantu menghalangi penyakit-penyakit dalam menjangkiti pikiran dan tubuh kita. Bagi mereka yang sakit, dia menggunakan kekuatan penyembuhannya untuk membantu mereka sembuh dari penyakit lebih cepat. Dia juga membantu menghancurkan ketidakpedulian dan pikiran yang egois. Karena itu, latihan Medicine Buddha mendatangkan kesehatan, umur yang panjang dan juga pikiran yang jernih.

 

Amitabha Buddha
Tibet: Od Pag Med
Amitabha Buddha, yang juga disebut Amita atau Amida Buddha, mungkin adalah yang paling terkenal dari para Buddha Dhyani. Secara khusus, devosi kepada Amitabha adalah pusat dari Tanah Suci Buddha, salah satu sekolah terbesar Buddhisme Mahayana di Asia.
Dalam jangka waktu lalu, Amitabha adalah seorang raja yang meninggalkan kerajaannya untuk menjadi seorang biarawan. Disebut Dharmakara Bodhisattva, biksu berlatih dengan tekun selama lima ribuan tahun dan pencerahan menyadari dan menjadi seorang Buddha.
Buddha Amitabha memerintah Sukhavati, surga barat, juga disebut Tanah Murni. Mereka lahir kembali dalam pengalaman Tanah Murni sukacita mendengar Amitabha mengajarkan dharma sampai mereka siap untuk memasuki Nirvana.
Amitabha melambangkan rahmat dan kebijaksanaan. Dia dikaitkan dengan skandha ketiga, yaitu persepsi. Tantra meditasi pada Amitabha adalah penangkal keinginan. Dia kadang-kadang digambarkan di antara Avalokiteshvara Bodhisattva dan Mahasthamaprapta.

Amitayus Buddha
Amitayus adalah Buddha Panjang Umur. Dia adalah aspek sambhogakaya dari Amitabha Buddha, Buddha Cahaya dan Kehidupan Yang Tak Terbatas. Amitayus digambarkan menggendong sebuah pot yang berisi minuman keabadian yang berharga; amrita, yang memberikan umur panjang; dan daun-kehidupan abadi tanpa penderitaan (shoka) karena penyakit. Latihan dan doa yang tulus kepada Amitayus dipercaya membantu menghilangkan semua rintangan-rintangan menuju kehidupan yang abadi seperti penyakit dan penderitaan. Latihan Amitayus penting karena umur panjang dipercaya merupakan kondisi yang mendukung dan memberikan kita lebih banyak waktu dan kesempatan untuk melatih Dharma, jadi kita akhirnya dapat mencapai tujuan kita - pembebasan dari Samsara.

 

 

Chenrezig Puja
Sanskerta: Avalokitesvara
Avalokitesvara Bodhisattva adalah Bodhisattva Cinta Kasih dan Welas Asih. Beliau mengambil sumpuah untuk menyelamatkan semua makhluk hidup dari penderitaan dan menunda kebuddhaannya untuk memenuhi janji ini. Beliau bermanifestasi dalam beberapa wujud – dua tangan, empat tangan, seribu mata, seribu tangan, sebelas kepala, dll. Cinta kasih dan sifat menolongnya yang tak terbatas memberi inspirasi bagi banyak pengikut. Melalui latihan dan doa kepada Chenrezig, kita berkeinginan untuk mengubah sifat-sifat yang negative menjadi motivasi yang tidak egois untuk membantu sesama.
Dikatakan bahwa manfaat yang diperoleh dalam melafalkan mantranya “Om Mani Padme Hung” adalah tidak terhingga.

 

Green Tara Puja
Tibet: Drolma
Sanskerta: Tara
Green Tara adalah inti dari pikiran yang suci (dharmakaya) dari semua Buddha. Dia adalah Ibu dari mana semua Buddha masa lalu, masa sekarang dan masa depan dilahirkan. Namanya berarti “Pembebas Yang Cepat” dan menunjukkan kekuatannya untuk membebaskan kita secara cepat dari sebab penderitaan samsara, delapan ketakutan atau bahaya (ketidakpedulian, kebencian, ketergantungan, kesombongan, kecemburuan, pandangan yang salah, keraguan dan keegoisan) dan juga penyakit fisik maupun mental. Dipercaya bahwa melalui kepercayaan dan latihan kepada Tara yang kuat, seseorang dapat terbebas dari penderitaan, membebaskan makhluk hidup dan akhirnya, mencapai pencerahan.

 

Vajrasattva Puja
Vajarasattva adalah Buddha Penyucian. Dia digambarkan disini dengan pasangannya, Vajragharvi. Tangan kanannya memegang sebuah vajra di dekat hati, melambangkan kualitas kemampuannya, sementara tangan kirinya memegang sebuah bel, melambangkan kebijaksanaan. Dipercaya bahwa dengan meditasi dan latihan sadhana / doa Vajrasattva yang sesuai serta pelafalan mantranya setidaknya dua puluh satu kali dalam sehari dapat membantu menghilangkan dan menyucikan karma negatif yang tak terbayangkan lamanya, secara khusus, pelanggaran samaya yang keramat atau janji yang dilanggar. Penyucian terjadi hanya jika seseorang mengaku dengan tulus dan berawal dengan membangkitkan bodhicitta - memunculkan motivasi murni untuk membantu makhluk lain mencapai pencerahan terlebih dahulu, memunculkan perasaan penyesalan akan tindakan negatif, memutuskan untuk tidak melakukannya lagi dan lebih lanjut, menyeimbangkan tindakan-tindakan negatif tersebut dengan melakukan tindakan-tindakan positif sebanyak mungkin.

 

Doa 35 Buddha Pengakuan
Latihan melafalkan nama-nama dari Tiga Puluh Lima Buddha sambil mengingat karma negatif masa lalu dan mengakui semua tindakan buruk yang dilakukan ini merupakan cara yang efektif dalam menyucikan semua karma masa lalu agar seseorang mendapatkan kelahiran kembali yang baik pada kehidupan yang akan datang.
Medicine Buddha Puja, Sakyamuni Buddha Puja dan pada hari-hari yang istimewa.

 

 

 

Dakini Puja
Dakini adalah dewi yang kuat dan sering digunakan sebagai makhluk suci meditasi pribadi (yidam) oleh para praktisi. Mereka dapat muncul dalam bentuk yang damai atau penuh kemarahan. Dalam bentuk yang penuh kemarahan, mereka sering digambarkan telanjang dengan postur menari, memegang sebuah cangkir tengkorak berisi darah pada satu tangan dan drigug (pisau) di tangan yang lain. Dia mungkin dihiasi dengan untaian tengkorak manusia di sekeliling lehernya dan di kepalanya. Dia mungkin juga digambarkan sedang menginjak sesosok mayat, yang melambangkan penaklukannya terhadap ego dan ketidakpedulian. Ketelanjangannya melambangkan pikiran alami atau rigpa kita yang tidak ditutupi oleh cadar maupun cacat. Postur menarinya juga melambangkan pergerakan, kekuatan dan energi kuat yang dibutuhkan untuk menghancurkan akar dari ego dan ketergantungan dari mana delusi itu berasal.
Dibalik wujud mereka menakutkan, Dakini adalah gambaran dari kebijaksanaan atau kecerdasan dalam memahami shunyata (kekosongan). Mereka sangatlah kuat dalam membantu praktisi untuk menaklukkan rintangan-rintangan dalam mewujudkan keinginan-keinginan mereka dalam kemajuan spiritual. Dakini Puja diselenggarakan setiap tanggal 25 dari Kalender Bulan Tibet.

 

Persembahan Air Untuk Zambala Hitam
Dzambala adalah dewa kekayaan. Latihan ini mendatangkan kekayaan material maupun spiritual bagi pengikutnya untuk menhilangkan kemiskinan serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk melatih kedermawan. Dzambala juga memberikan kita kekayaan spiritual dan pertumbuhan pribadi. Dipercaya bahwa dia memiliki kekuatan yang hebat untuk membebaskan makhluk hidup dan membimbing mereka menuju penerangan sempurna.
Pada puja ini, pengikut menuangkan susu di atas kepala Dzambala menandakan madu yang pernah dituangkan Chenrezig di atas kepala Dzambala.

 

 

 

21 Dzambala
(Intisari Makhluk Suci Pengabul Keinginan Akan Kekayaan)
Dzambala adalah dewa kekayaan. Walaupun dia adalah dewa duniawi, dipercaya bahwa dia hampir mencapai pencerahan. Latihan Dzambala akan (financial) dan spiritual. Praktisi harus menggunakan kekayaan mereka dalam kegiatan amal dan mengumpulkan perbuatan baik melalui tindakan tersebut. Tanpa adanya masalah finansial, lebih mudah bagi pikiran untuk menghasilkan cinta kasih dan juga kebijaksanaan. Akhirnya, perbuatan baik dan kebijaksanaan yang terkumpul akan membantu praktisi untuk terbebas dari Samsara dan mencapai kebuddhaan.

 

 

 

Vajrakilaya Ritual
Vajrakilaya adalah salah satu makhluk suci yang paling kuat di Buddhisme Tibet. Vajrakilaya membentuk semua aktivitas pencerahan dari semua Buddha, bermanifestasi menjadi sebuah bentuk yang penuh kemarahan dan juga cinta kisah dengan tujuan mengendalikan delusi maupun hal-hal negatif yang dapat muncul sebagai rintangan dalam latihan Dharma. Vajrakilaya adalah manifestasi kemarahan dari Vajrapani yang memang pemarah - maka dinamakan “Raja Kemarahan”. Vajrapani merupakan inti kebijaksanaan Buddha dari tiga zaman dan sepuluh arah, sehingga memiliki kekuatan dan kemampuan yang luar biasa. Pada zaman kemerosotan moral ini, makhluk hidup menghadapi gangguan kemerosotan mental yang hebat. Sebuah manifestasi Buddha atau Bodhisattva yang biasa dalam wujud yang damai sulit untuk menyelamatkan makhluk-makhluk dengan kemerosotan seperti ini. Maka, Vajrapani, pemegang vajra, bermanifestasi menjadi wujud yang pemarah untuk menenangkan makhluk-makhluk ini. Nama Tibet dari Vajrakilaya adalah Dorje Shonnu. Dorje berarti tidak bergerak dan tidak berubah. Shonnu berarti kemudaan abadi, tidak menua dan tiada penyakit.
Pada vihara Tibet di seluruh dunia, Vajrakilaya Gutor atau Grand Puja akhir tahun biasanya diselenggarakan selama 6 sampai 7 hari sebelum Tahun Baru Tibet atau Losar. Sangatlah penting untuk menyelenggarakan ritual ini pada bulan ke-12 hari ke-29 setiap tahun - karena dipercaya bahwa rintangan, kutukan dan kekuatan negatif berada pada puncaknya pada hari khusus tersebut. Vajrakilaya Gutor akan membantu menghilangkan hal-hal tersebut dan memastikan bahwa mereka tidak memasuki tahun baru.

Doa 100 Makhluk Suci (Chang Chod) Bagi  Yang Meninggal
Legenda menceritakan bahwa teks Seratus Makhluk Suci pertama kali turun di atas atap istana dari Raja India Ja. Menyadari pentingnya hal tersebut, Raja melatih teks Seratus Makhluk Suci selama enam bulan. Kemudian, Vajrapani bertubuh emas, berukuran satu inci, muncul dan memberikan berkat kepada Raja dan mengizinkan dia memiliki pemahaman yang sempurna dari teks tersebut. Raja India Ja adalah orang yang menurunkan ajaran Seratus Makhluk Suci kepada Guru Padmasambhava kita yang tercinta. Dalam perjalanan menuju Barat Daya Roksha, Guru Padmasambhava juga menurunkan ajaran Seratus Makhluk Suci itu kepada murid-muridnya. Seorang wanita bernama Yeshe Tshogyal menggunakan tinta emas untuk menuliskan ajaran tersebut di atas secarik kertas dan menyimpannya di sebuah gua untuk memberikan manfaat kepada generasi masa depan. Ajaran tersebut kemudian ditemukan oleh Karma Lingpa, yang menurunkannya kepada muridnya, Orthon Jiangpon dan sampai kepada guru silsilah Palyul kita, His Holiness Penor Rinpoche. Siapapun yang melihat, mendengar atau memegang teks Seratus Makhluk Suci akan diberkati. Jika seseorang mampu menerima Inisasi Seratus Makhluk Suci, berlatih dan mematuhi samaya (sila), maka dia akan mendapatkan realisasi, dijauhkan dari segala rintangan dalam kehidupan ini serta semua keinginan mereka akan tercapai. Kemudian pada kehidupan yang akan datang, mereka akan mampu mewujudkan sifat Seratus Makhluk Suci di dalam diri mereka.

42 Peaceful Deities
Selama upacara, kita mengundang Seratus Makhluk Suci dan memberikan persembahan kepada mereka. Jasa yang dihasilkan dari persembahan ini diberikan kepada mereka yang telah meninggal untuk membantu mereka dalam penyucian karma dan pembebasan. Pemimpin doa juga akan membantu membangkitkan kesadaran dan memusnahkan keinginan jiwa di alam Bardo (masa peralihan diantara kematian dan kelahiran kembali) agar mereka dapat dibebaskan dan dilahirkan kembali di Alam Suci Buddha bukan di enam alam samsara. Pada akhir ritual, kertas dengan nama-nama dari mereka yang telah meninggal dibakar. Api tersebut melambangkan kebijaksanaan dari Seratus Makhluk Suci dan tindakan membakar melambangkan pemutusan ketergantungan dari mereka yang meninggal pada konsep “ego” atau “diri” (yang merupakan sebab dari penderitaan seseorang). Dipercaya bahwa melalui upacara ini, kesadaran dari mereka yang meninggal disatukan dengan kebijaksanaan dari Seratus Makhluk Suci sehingga membawa mereka menuju kebebasan. Bagi mereka yang mengikuti dan memberikan persembahan dalam upacara Seratus Makhluk Suci, dipercaya bahwa mereka juga akan mengumpulkan jasa yang tak terhingga serta memutuskan atau meniadakan hubungan karma yang buruk atau negatif dengan mereka yang telah meninggal.

58 Wrathful Deities

Lud (Chi Lu) Ritual
Ritual Lud Tangma dilakukan untuk memusnahkan kematian yang belum saatnya dikarenakan rintangan-rintangan yang berasal dari roh-roh jahat dan hal-hal negatif lainnya. Ini termasuk karma buruk, kesehatan yang buruk, masalah finansial dan semua penderitaan mental, spiritual dan emosional seperti ketakutan, kebingungan, sakit dan keraguan. Pada ritual ini, peserta akan meletakkan kuku dan rambut yang sudah dipotong, pakaian yang sudah dipakai dan belum dicuci, leng chag (sejenis cetakan yang dipakai untuk menggosok bagian tubuh yang sakit) ke dalam sebuah wadah (LUD) yang berisi patung manusia. Patung, leng chag, rambut, kuku dan pakaian melambangkan semua hal-hal negative dan rintangan-rintangan dari peserta. Makanan dan persembahan juga diletakkan di dalam Lud untuk menenangkan roh-roh jahat dan menjauhkan mereka dari kita. Pada akhir ritual, Lud dibuang dan ditinggalkan di persimpangan jalan agar menghilangkan semua penyebab dari kematian yang tidak wajar.

 

 

Fang Sen
Tibet: Tse Tar
Pembebasan Nyawa adalah latihan Buddhis untuk menyelamatkan nyawa dari hewan-hewan yang ditakdirkan untuk dibunuh. Kehidupan adalah hadiah yang paling berharga yang dapat diberikan oleh seseorang kepada makhluk hidup lainnya. Seperti diajarkan oleh Shakyamuni Buddha: “Hargailah semua makhluk hidup dengan hati yang tak terbatas. Sebarkan kebaikan di seluruh dunia”. Maka kita harus memperlakukan semua makhluk hidup, termasuk hewan, secara adil dan penuh cinta kasih. Kita harus merubah sikap egois kita dan mulai menumbuhkan cinta kasih untuk kebaikan dan kehidupan semua hewan lainnya, khususnya mereka hewan-hewan yang akan dibunuh.  Juga dipercaya bahwa melalui kelahiran dan tumimbal lahir yang tak terhitung jumlahnya, kita telah memiliki orang tua, kerabat, teman dan musuh. Mereka, dikarenakan karma mereka, mungkin dilahirkan kembali di alam hewan. Melalui Pembebasan Nyawa, kita membayar kembali hutang karma apapun yang mungkin kita miliki dengan makhluk-makhluk ini.
Pembebasan Nyawa adalah  menyelamatkan nyawa, membayar hutang, membantu keadaan darurat, cinta kasih, mencapai kesadaran, mengumpulkan kebajikan, praktis mengubah takdir seseorang, memutuskan hubungan karma yang buruk, menghilangkan kesialan, mengobati penyakit, menyelamatkan keluarga dan kerabat, memperpanjang umur seseorang, sebuah perlindungan, membantu agar seseorang dilahirkan di Alam Suci Buddha. Menurut Sutra Ksitigarbha, keuntungan yang tak terhingga dari Pembebasan Nyawa mencakup:
(1) Umur panjang (2) Cinta kasih yang tumbuh dengan sendirinya (3) Roh baik yang berteman dengan anda (4) Seseorang merasa seperti di rumah dan senang dengan hewan-hewan (5) Kebajikan yang tak terhingga (6) Rasa hormat dari teman (7) Tidak ada penyakit dan masalah (8) Kebahagiaan dan keberuntungan (9) Percaya akan jalan Buddha di sepanjang hidup seseorang (10) Seseorang tidak akan terpisahkan dari Tri Ratna (11) Pencapaian akhir Bodhi (12) Umur panjang dan pengharapan yang terbaik bagi guru seseorang (13) Kelahiran di Alam Suci Buddha.

Sang Puja atau Gunung Asap Puja
Sang Puja, juga disebut Gunung Asap Puja, dilakukan sekali setiap dua bulan di Palyul Nyingma Center. Ritual ini termasuk melafalkan doa dan pembuatan asap persembahan yang besar dengan membakar makanan (sereal, kacang, biscuit, permen, nasi, gula), minuman (anggur, jus, susu), potongan kain warna-warni, bunga dan dupa.
Pada Puja Asap ini, asap atau intisarinya dipersembahkan kepada 4 kelompok makhluk: Buddha, Bodhisattva, dan semua makhluk suci lainnya; para pelindung dharma; semua makhluk hidup; naga atau roh yang mungkin memiliki hutang karma dengan kita. Untuk dua kelompok pertama, asap diberikan sebagai persembahan sementara untuk dua kelompok lainnya, asap diberikan sebagai hadiah.
Dipercaya bahwa makhluk hidup menerima persembahan itu dengan menghirupnya. Makhluk yang berada di neraka panas merasa dingin dan tenang. Begitu juga, makhluk yang berada di neraka dingin merasa hangat dan puas. Preta atau hantu kelaparan juga senang karena merasakan ketenangan dari kelaparan dan kehausan mereka yang tak terpuaskan. Manusia juga merasa puas karena keinginan mereka dikabulkan.
Melalui kehidupan masa lalu kita yang banyak, merupakan hal yang pasti bahwa pada suatu saat seseorang telah melukai naga, roh, makhluk suci sekitarnya, dewa duniawi dan makhluk hidup lainnya - baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Mungkin, kita mendaki gunung atau mandi di sungai dan menghancurkan rumah mereka pada waktu itu. Karena tindakan kita tersebut, kita telah membentuk suatu hutang karma antara makhluk-makhluk ini dengan diri kita. Sebagai akibat dari hutang karma ini, mereka membawa penyakit, rintangan dan halangan kepada kita untuk membuat kita “membayar” atas tindakan berbahaya kita. Dengan melakukan Sang Puja, kita membayar semua hutang karma kita agar makhluk-makhluk ini berhenti melukai kita.
Sebelum melemparkan piring atau gelas persembahan kita ke dalam api, seseorang tidak boleh berpikiran bahwa persembahan itu hanya berupa sepiring makanan atau segelas minuman. Sebaliknya, seseorang harus membayangkan bahwa persembahan itu adalah sebuah samudera luas berisi bahan-bahan yang berharga dan dipersembahkan kepada empat makhluk yang disebutkan di atas dan juga bahwa mereka semua sangat senang ketika mereka menerima persembahan dan hadiah kita.

Lung Ta atau Wind Horse
Lungta, biasanya berbentuk kertas berwarna atau bendera, serta memiliki cetakan doa, mantra, hewan dan simbol-simbol khusus lainnya yang berada di atasnya. “Lung” berarti angin atau ruang yang melambangkan fondasi universal dan penyebaran menyeluruh. “Ta” berarti kecepatan tertinggi yang dapat dicapai oleh kuda. Jika digabung, Lungta dapat diartikan pengiriman pesan dan berkat secara cepat kepada semua makhluk hidup sehubungan dengan kekuatan kuda yang luar biasa dan kekuatan angin.
Simbol yang lebih umum terdapat di Lungta mencakup 5 hewan. Kuda yang berharga, dihiasi dengan permata pengabul permintaan yang menyala pada punggungnya, mewakili elemen angin dan kecepatan dimana kesialan seseorang dapat berubah dan keinginan terpenuhi. Garuda atau burung yang luar biasa, digambarkan dengan tanduk yang menyala terbang tinggi di langit, mewakili elemen api. Naga yang dipercaya tinggal di bawah laut mewakili elemen air. Singa yang menjelajahi gunung melambangkan bumi sementara harimau, seekor hewan liar di hutan, melambangkan elemen kayu.
Bendera secara keseluruhan juga merupakan lambang dari perbuatan, perkataan dan pikiran dari Buddha. Bendera sebagai tubuh Buddha, mantra / doa yang tercetak sebagai perkataan Buddha dan arti dan doa itu sebagai pikiran Buddha.
Latihan melepaskan lungta bermula dari seorang Raja India yang terkena penyakit misterius. Dia berkonsultasi dengan beberapa orang dokter tetapi tidak ada satu pun yang mampu menyembuhkannya. Akhirnya, dia mendatangi Buddha untuk meminta nasihat. Buddha melihat bahwa kondisi raja disebabkan oleh rintangan-rintangan yang diberikan kepadanya oleh makhluk hidup lainnya (berbeda dengan rintangan-rintangan yang terjadi dikarenakan tindakan negatif seseorang). Buddha menasihatinya bahwa satu-satunya cara adalah dengan pergi ke puncak gunung dan dengan keyakinan yang kuat, melepaskan 100.000 lungta. Ada makhluk hidup yang tidak pernah mengenal Dharma (Ajaran Buddha) karena mereka tidak memiliki karma (takdir) untuk mendengar atau membaca Dharma. Jadi dengan membebaskan doa lungta ini, seseorang menciptakan karma agar orang lain mengetahui dan mengenal Dharma. Jasa yang dihasilkan dari tindakan positif ini diberikan kepada orang yang melepaskan lungta itu.
Keuntungan melepaskan lungta antara lain:

  • Menghilangkan kutukan yang ditujukan kepada kita oleh orang lain
  • Perlindungan dari masalah hukum
  • Memusnahkan mimpi, pikiran dan perbuatan yang buruk
  • Kesehatan yang baik
  • Kuasa atas makhluk lainnya
  • Kekayaan
  • Kedamaian diri
  • Keberuntungan dan panjang umur
  • Keberhasilan dan terkabulnya segala keinginan
  • Menyucikan karma buruk kita

Sebelum melepaskan lungta, puja / ritual asap dilakukan di pagi hari untuk mengundang roh gunung, roh tanah, dewa sekitarnya dan naga. Setelah puja asap, lungta disebarkan dari puncak gunung, laut atau tempat tinggi yang bersih dengan angin yang bertiup agar bendera-bendera tersebut dapat terbang tinggi dan menyebar dengan luas. Seiring dengan tersebarnya lungta oleh angin, perlindungan berlipat ganda dibagikan kepada semua makhluk hidup.

Senin, 21 November 2016 14:18

Manfaat Inisiasi

Written by

Dalam tradisi Tantrayana, sangatlah penting untuk memperoleh inisiasi sebelum mengikuti pembelajaran maupun praktek Tantrayana.
Seseorang harus memperoleh inisiasi dari guru spiritual yang sebenarnya dan memiliki keyakinan dan kepercayaan penuh terhadap mereka. Jika sesudah memperoleh inisiasi seseorang memegang teguh komitmen dari praktek Tantrayana, maka penderitaan, kesulitan, rintangan dan keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan dari kehidupannya akan hilang seketika. Di samping itu juga membantu membersihkan karma negatif kita sebelumnya dan sebagai hasilnya kehidupan akan menjadi damai, menyenangkan dan berhasil serta membantu kita agar terlahir di alam yang lebih tinggi dan alam suci Buddha setelah kita meninggal.
Tertulis di dalam teks suci Vajarayana bahwa seseorang akan selalu dilindungi oleh Pelindung Dharma dan akan membantu mewujudkan keinginan orang tersebut. Secara khusus, jika seseorang menerima inisiasi Buddha Amitaba, akan membantu menyucikan karma negatif dan dosa-dosa sebelumnya, mencapai keinginan kita dengan menghancurkan rintangan-rintangan dan akan terlahir di alam suci Buddha Amitaba sesaat sesudah kita meninggal. Seperti halnya juga inisiasi Buddha Amitayus membantu memperpanjang usia kita, menghilangkan halangan-halangan yang menyebabkan kita sakit, kematian tiba-tiba dan penderitaan mental. Dikarenakan itu maka inisiasi-inisiasi ini sangat penting baik di dalam kehidupan ini maupun sesudah meninggal untuk mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian.

Senin, 21 November 2016 14:13

Chod

Written by

Penjelasan singkat tentang arti dan manfaat dari Chod

Secara umum, signifikasi dan manfaat dari Ritual Persembahan Chod dan Tubuh adalah sangat luas dan mendalam. Untuk menyampaikan maknanya dengan cara yang ringkas, dikatakan bahwa samsara adalah asal mula penderitaan dan penyebab penderitaan tersebut adalah dosa dan kekotoran batin kita sendiri yang dihasilkan oleh mementingkan diri sendiri. Karena itu, tanpa memusnahkan sifat mementingkan diri sendiri, seseorang tidak dapat menghindari penderitaan yang merupakan konsekuensi sebenarnya dari mementingkan diri. Umumnya ada banyak obyek yang menimbulkan pemikiran mementingkan diri dalam diri kita, namun diantaranya obyek utama yang menimbulkan sifat mementingkan diri yang kuat adalah tubuh kita sekarang yang kita hargai, jaga dan dianggap lebih berharga dibandingkan anak-anak, istri, kekayaan, nama dan ketenaran kita sendiri.

Jika seseorang mempersembahkan tubuhnya yang berharga kepada Tri Ratna dan bersumbangsih terhadap makhluk hidup dengan penuh cinta kasih maka melalui hal tersebut dapat menghilangkan atau memutuskan pemikiran mementingkan diri yang merupakan akar dari penderitaan. Itulah mengapa disebut Chod yang secara harafiah berarti memutuskan, dalam hal ini memutuskan akar penderitaan. Dengan cara ini, mempersembahkan tubuh sendiri adalah dimulai dengan mengundang atau memanggil seluruh Buddha, Bodhisattva, makhluk suci pribadi dan Pelindung Dharma dari sepuluh arah dan mempersembahkan tubuh sendiri dengan keyakinan dan pengabdian yang dalam dan akan lebih efektif daripada mempersembahkan kekayaan dan harta benda kita.

Berikutnya, dari kehidupan masa lalu kita sampai sekarang terdapat hutang karma yang telah kita perbuat terhadap orang lain dengan mengkonsumsi atau menggunakan kepemilikan orang lain atau mengambil kehidupan mereka dalam kehidupan masa lalu kita atau sekarang. Kita harus mengundang semua kreditur (mereka yang menyimpan kebencian terhadap kesehatan dan kepemilikan kita) sebagai tamu dan mempersembahkan tubuh kita dalam rangka membayar hutang karma kita kepada mereka. Dengan memuaskan mereka dengan mempersembahkan tubuh sendiri adalah lebih efektif daripada hanya mempersembahkan kekayaan dan kepemilikan.

Terakhir, seseorang harus mempersembahkan tubuh sendiri kepada dewa-dewa dan roh-roh jahat yang membahayakan dan selalu menginginkan daging, darah, nyawa dan sebagainya. Seseorang harus memanggil seluruh makhluk hidup karnivora dari alam neraka dan hantu kelaparan dan memuaskan mereka dengan mempersembahkan tubuh dengan ikhlas. Dengan melakukan hal tersebut, seseorang akan terbebas dari segala penyakit dan bahaya yang hendak mereka bawa dan menghilangkan seluruh halangan dan rintangan yang akan membantu memperpanjang rentang hidup kita dan memenuhi keinginan kita.

Secara khusus, Buddha telah menyebutkan dalam sutra bahwa mempersembahkan tubuh sendiri adalah kemurahan hati yang terbesar dan mengumpulkan manfaat yang besar dan lebih efektif dibandingkan mempersembahkan kekayaan dan harta milik seluruh dunia. Ini adalah kata-kata Buddha dan Bodhisattva dan karenanya kita harus mempertahankan keyakinan dan melakukan kegiatan menyeluruh demi orang lain dan diri sendiri.

Ditulis oleh Khenpo Khentse Norbu Rinpoche.

Khenchen Pema Sherab Rinpoche

Biografi singkat Khenchen Pema Shearb Rinpoche merupakan Khenpo palng senior dari tradisi Nyingma dalam Buddhisme Tibet di luar Tibet. Beliau dilahirkan di Tibet dan belajar dalam arahan master dan guru  terpelajar dari semua tradisi Buddhisme Tibet. Beliau ditasbihkan pada tahun 1953 dan tiba di Indiia pada tahun 1959. Pada umur 17 tahun, Beliau bertemu dengan guru spritualnya yaitu HH Dilgo Khyentse Rinpoche. Beliau menerima kebanyakan ajarannya dari Khyentse Rinpoche, termasuk didalamnya Guhyagarbha Root Tantra, Longchenpa's Treasury of Path Instruction, Kagyud Ngag Dzog, Rinchen Terdzod, Jigme Lingpa's Yoden Dzod, Lochen Dharmashri's Explanation on Ngari Penchen's Three Vows, dsb. Pada kesempatan lain, Beliau juga menerima ajaran Dharma dan inisiasi dari guru-guru senior lainnya seperti HH Dudjom Rinpoche, HH Penor Rinpoche dan HH Takhlung Tsetrul Rinpoche.

Pada tahun 1968, HH Penor Rinpoche mengundang Beliau ke Namdroling Monastery (Golden Temple, Bylakkuppe) untuk mengajarkan Dharma. Ngagyur Nyingma Institute, Universitas Keviharaan Nyngma yang tersebar di luar Tibet, didirikan di Namdrolingpada tahun 1978. Sejak itu, Khenchen Pema Sherab Rinpoche telah mengajarkan keduanya Sutra dan Tantra di Institute tersebut. HH Penor Rinpoche menganugerahkan gelar Khenchen (Great Abbot) kepadanya. Khen Rinpoche telah mengelilingi dunia dan memberikan ajaran-ajaran Dharma dan inisiasi-inisiasi. Beliau juga menulis beberapa buku filsafat dan logika Buddhist dan sebuah biografi tentang Guru Padmasambhava.

Selasa, 22 November 2016 15:25

The short Biography of H.H. Karma Kuchen Rinpoche

Written by

The Twelfth Throne-Holder of Palyul Lineage

H.H. Karma Kunchen was born on 28th August 1970, in south India. His mother is TsamChod and his father Dorje Namgyal is a descendent of Anag Pon, a religious Lord of Gonjo in Kham province, Tibet. His Holiness Dudjom Rinpoche recognized him as the unmistaken reincarnation of  Karma Thegchog Nyingpo( 4th Karma Kuchen). In the year 1975, His Holiness Padma Norbu Rinpoche invited him to Namdroling Monastery and enthroned him with elaborate celebration. Under the guidance of His Holiness Padma Norbu Rinpoche, he has learnt all the basic religious educations.

H.H. Karma Kunchen Rinpoche enrolled into the Ngagyur Nyingma University and excelled in all the knowledge of the vast and profound Sutra and Tantra teachings of Buddhist pholisophy. He also received numerous empowerments, instructions and transmissions of Nyingma tradition and particularly the Namchoe teaching, along with the Great Prefection, Tumo and Nyendro from great masters such as His Holiness Dilgo Khentse Rinpoche and H.H. Padma Norbu Rinpoche.
In Bodhgaya, he received the novice vow and full ordination from His Holiness Padma Norbu Rinpoche. Since then he has strictly preserved every aspects of the vows and soon became an authentic holder of the precious precepts. In 1994, as per the recommendation of H.H. Padma Norbu Rinpoche, H.H. Karma Kuchen Rinpoche ariived in the Palyul Namgyal Jangchub Choling Monastery (one of the great mother monasteries of Nyingma Tradition) in Tibet.There he received various common and particular empowerment, instructions, and transmission of Nyingma and Namchoe teaching through Chogtrul Thupten Palzang, Khamtrul Chokyi Nima and so on. In addition, he practiced the distinct recital of Palyul tradition like ritual dances, establishment of mandalas and the mode of performing rituals. On 14 August 2000, he was formally enthroned as the 12th throne-holder of palyul Lineage and became the supreme head of all the mother and branch monasteries of Palyul Traditions.
Since 2003, he has travelled to many countries and brought numerous beings to maturation by bestowing empowerments and instructions. He bestowed the Terzod Empowerment in Gonjo Gyara Monastery, which was attended by thousands of devottees. In addition, he has built many temples, stupas, prayer well, images of deities and other objects of veneration and faith. Taking into consideration the shortage of accommodation for the empowerments and great ceremonies, H.H. Karma Kuchen has established a great four-story temple, which is giant and functional for the community, and sanctified with many objects of mind, speech and the body of the buddhas. On many occasions H.H. Padma Norbu Rinpoche had appreciated his inexhaustible efforts and unrelenting service in upholding the pure lineage of Palyul tradition and dissemination of Buddha Dharma. The reincarnation of H.H. Padma Norbu Rinpoche and H.H. Karma Kuchen Rinpoche had been repeatedly upholding the tradition of Palyul Monastery through administration, guidance, and developments. Even today, H.H. Karma Kuchen Rinpoche is shouldering the responsibility of the entire Mother and Branch monasteries of Palyul Lineage, and present days, he is visiting in the Palyul Dharma Centres across the world benefiting beings and propagating the message of Lord Shakyamuni.

Eleventh throne holder of Palyul Tradition

The third Drubwang Pema Norbu ("Penor") Rinpoche is the 11th Throne holder of the Palyul Lineage of Nyingma. He is considered one of the foremost masters of the Buddhist tradition of Tibet. Throughout the Buddhist community he is respected for his vast knowledge and accomplishment and for the integrity and strength with which he upholds the Buddhist teachings. H.H. Penor Rinpoche was born in the Powo region of Kham East Tibet to father Sonam Gyurme and mother Dzom Kyi during the twelfth month of the lunar calendar the year of the Water Monkey (1932). Khenpo Ngaga foresaw exceptional destiny for the new incarnation. In 1936, the year of the Fire Mouse, the young Penor Rinpoche was invited to the Palyul monastery where he took refuge with the greats and learned masters. Khenpo Ngaga performed the traditional hair cutting ceremony and gave him the name Dhongag Shedrup Tenzin.

Khenpo Ngaga then granted him the long life empowerment of Amitayus and composed the long-life prayer which is till chanted daily by thousands of His Holiness Penor Rinpoche's followers all over the world. His Holiness Penor was formally enthroned by his master Thubten Chokyi Dawa (1894-1959) the second Choktul Rinpoche, and Karma Thekchok Nyingpo (1908-1958) the fourth Karma Kuchen. In time, Penor Rinpoche would become the eleventh throne holder of Palyul Monastery with its more than four hundred branch monasteries. He spent years at Palyul, studying and receiving teachings from numerous masters and scholars, including 4th Karma Kuchen, who carefully prepared him as his successor.

After the invasion of China in 1963, His Holiness settled in Bylakuppe in south India and began the daunting project of establishing Namdroling Monastery under extremely harsh conditions. Today, Namdroling houses around 5000 monks and 900 nuns and is one of the thriving centers of excellence for Tibetan culture and religious training. The complex consists of a school, a college for Higher Buddhist Studies, a retreat centre, a nunnery, a hospital and a home for the elderly. His Holiness is also actively involved in helping local Indians through education and health care. In addition, His Holiness has managed to rebuild the monasteries in Tibet and reintroduced Buddhist study and practice. Simultaneously he has set up a network of palyul centers in other parts of the world such as in United States of America, England, Greece, Canada, Singapore, Taiwan, Hong Kong, Philippine,  Macao etc.

His Holiness is considered the reincarnation of Vajrapani and living embodiment of Vimalaitra, who brought the Dzongchen teaching in Tibet. One of the few prominent masters in the Nyingma tradition. His Holiness is renowned as both a scholar and as a leading figure in meditation by hundreds of thousands of followers worldwide. Throughout the Tibet communities, His Holiness renowned for his personal integrity, will power, determination and magnanimity in propagating the teaching of the Buddha. His Holiness served as the Supreme Head of the Nyingma tradition of Tibetan Buddhism for over ten years.

As always, His Holiness Penor Rinpoche works tirelessly for the dissemination of Buddhism in all part of the world. He has founded Dharma centers in the  USA, Canada, the United Kingdom, Germany, Greece, Philippines, Hong Kong, Singapore, Taiwan etc.
The 11th Throne holder of the Palyul Lineage of the Nyingma School of Tibetan Buddhism, His Holiness Pema Norbu Rinpoche passed away, entering the stage of Thugdam, the final stage of meditation, as of 8:20 PM on Friday, March 27, 2009, at the Namdroling Monastery in Bylauppe, South India.  His Holiness Penor Rinpoche remained in Thugdam for almost eight days until Friday April 3, 2009. Present days, His Holiness Penor Rinpoche's holy body is preserved in the first floor of Zangdog palri Temple of Namdroling Monastery in order to receive blessing for the devotees around the world.
His Holiness Penor Rinpoche is one of the last greatest Master upholding the complete and realization of the Nyingma or Ancient Tradition. His Holiness visible achievements are too numerous to list fully, not to mention the full spectrum of his hidden activates for the benefit of all sentient beings.

Page 5 of 5

Three things cannot be long hidden: the sun, the moon, and the truth.

"Buddha"

Jadwal Acara

Copyright © 2016 - Palyul Nyingma Indonesia - All Rights Reserved

Pengunjung: 02040003